Masih dalam perjalanan pulang ke kantor dari Medistra. Kami -saya dan teman-teman kantor- baru aja melayat ayahnya Mba Nty -temen kantor- yang meninggal karna kanker paru stadium 3.
Perasaan saya campur aduk. Lega, karna setelah insiden-insiden kecil yg timbul sejak pagi -karna ndoro', akhirnya kami bisa juga berangkat ke medistra.
Sedih, melihat mba Nty di RS. Kesedihan tergambar jelas diwajahnya. I know...anak mana sih yang ga sedih ketika kehilangan orang tua? But still...sedih aja liat dia yg selama ini ceria, cerewet, jenis perempuan tangguh yang menjadi tumpuan keluarga karna memang dia tak bisa diam, tiba-tiba menjadi seperti tak bertenaga.
Ada sedikit rasa bersalah menyelinap dalam hati. Karna sejak mba Nty cerita bahwa ayahnya masuk medistra, saya sudah merasa bahwa beliau tidak akan bertahan. Sungguh saya sudah berusaha mengabaikannya. Tapi setiap kali mba Nty bercerita, setiap kali itu pula pikiran tentang ayahnya kembali datang. Maka hari ini, didepan jenazah ayahnya yang terbujur kaku ditempat tidur itu, saya memohon maaf. Untuk pikiran yang seakan mengkhianati doa kesembuhan yang saya panjatkan untuknya. Maafkan saya ya Om. Sungguh bukan maksud saya.
Untuk mbak Nty, sabar ya mba. Ingat saja bahwa sekarang ayah tidak lagi merasakan sakit. Kita doakan saja semoga beliau mendapat tempat yang layak di sisi Allah.
Amiin.