27 Sept 2007

Episode Kesedihan

Ingatkah kalian pada tulisan saya sebelumnya mengenai pilihan untuk bahagia dan menderita?? Guess what?! Hari ini saya dihadapkan pada pilihan itu. Pilihan untuk bersedih akibat suatu kejadian yang terjadi pagi ini, begitu aku menapakkan kaki ke kubikel-ku. Atau memilih untuk mencari hikmah dibalik kejadian itu, dan berusaha bahagia karenanya.

Pagi ini, saya mendapat sms yang membuat hati sedih. Hari ini, saya harus kehilangan salah satu episode cinta. Bukan cinta sahabat, bukan cinta keluarga, atau cinta sesama manusia. Tapi cinta pribadi.

Sedih?? Tentu saja!! Sangat malah. Maka jangan tanya sesedih apa saya hari ini. Yang jelas, ketika chat dengan sahabat saya via YM, saya masih menangis. Untungnya saya baru bekerja di perusahaan ini dan mendapat kubikel yang agak jauh dari gerombolan wanita. Jadi kalaupun ada yang heran, mereka tidak sampai bertanya macam-macam. Coba bayangan kalau saya masih di GN. Pasti abang-abangku, mbak-mbakku, akan sibuk bertanya, sibuk menenangkan (Padahal, saya lebih suka dibiarkan sendirian dalam keadaan seperti ini).

Sampai saat ini, saya masih mencari celah mana yang bisa membuat saya bahagia dengan keputusan ini. Tidak ada. Ya, tidak ada. But wait...benarkah tidak ada?? Atau saya yang telalu egois untuk mengabaikannya????

Bukankah dengan keputusan ini, dia yang tersayang bisa mendapatkan kembali kebebasannya?? Mendapatkan lagi yang memang haknya??

Bukankah dengan keputusan ini, dia yang terkasih bisa menghembuskan nafas lega karena tidak lagi harus berkonfrontasi dengan keluarga besarnya?? Dia juga terbebas dari segala tekanan yang selama ini membuatnya merasa lemah dan tak berdaya.

Dan bukankah dengan keputusan ini, dia, yang telah mengajarkan saya bahasa cinta, mengajarkan saya bahasa rindu, yang menempa saya untuk mengenal dan menikmati sabar, akan berkesempatan untuk merajut masa depan dengan orang yang jauh lebih baik dari pada saya.

See...lihat kan??? Tetap ada sedikit celah untuk tersenyum walau dalam keadaan terpuruk sekalipun. Tersenyum manis ketika membayangkan kebahagiaan yang mungkin bisa terjadi pada dia.

Atas nama cinta, biarlah semua duka ini saya jadikan penopang untuk bisa melihatnya bahagia. Biarlah hal ini, menjadi salah satu episode hidup dalam proses pendewasaan saya.

Dan bukankah saya masih memiliki cinta abadi saya?? Cinta pada DIA, yang telah menghadirkan cinta pada hati saya. Cinta pada DIA yang selalu mencintai saya tanpa syarat, tanpa batas. Cinta pada dia yang telah membuat saya menjadi pribadi yang kuat melalui semua cobaan tanda cintaNYA pada saya.

Saya berdoa, dengan segenap cinta yang saya punya, agar DIA, bisa membuat yang saya cinta bahagia. Agar DIA mau menjadikan saya pembawa perubahan, yang baik tentunya, kepada mereka dia yang saya cinta. Agar dengan menjadi pemungkin bagi kebahagiaan orang lain, maka DIA-TUHANKU, akan memungkinkanku meraih bahagiaku.

Seperti yang dituliskan Pak MARIO dalam syairnya berikut*:

Dia – jiwa kecintaan Ku.
Dan tidak diketahuinya,
bahwa sebetulnya telah Aku wakilkan
di dalam kemampuannya – sedikit kewenangan-Ku
untuk menyebabkan perubahan.
Tetapi dia memiliki hati yang penyayang,
sehingga apa pun yang Aku wakilkan kepadanya,
tidak akan menjadikannya berbeda
dari diri sederhana yang menangis hatinya,
saat dia datang kepada Ku
dengan keluhan dan tuntutannya dulu;
karena dari semua yang disayanginya –
dia paling menyayangi Ku.
Dia yang hatinya penyayang, … Aku sayangi.
Hati yang penyayang
adalah juga bagian dari hati-Ku,
karena
Aku adalah Yang Maha Penyayang.
Maka cukupkanlah kasih sayang-Ku
sebagai tujuan hidup mu.
Engkau yang hatinya penyayang,
datang mendekatlah manja kepada-Ku.
Damaikanlah hati mu. Aku menyayangi mu.
Aku, Tuhan mu.

*penggalan puisi HATI YANG PENYAYANG

Mengapa??

Tuhan….

Jika kata-kata yang Kau ciptakan

Kau maksudkan untuk menjelaskan makna

Atas setiap kejadian, lalu…

Mengapa masih ada salah paham?

Jika ragam bahasa indah Kau hadirkan

Untuk menebarkan kasihMu

Untuk menyentuh hati yang rapuh

Untuk mengisi jiwa yang kosong

Mengapa masih ada benci?

Mengapa masih ada duka?

Mengapa Tuhan??

25 Sept 2007

Sakit Tenggorokan

Hari ini aku bangun dengan tenggorokan kering dan susah untuk menelan. Sebenarnya sih hal ini sudah aku duga sebelumnya. Soalnya, dari kemarin memang tenggorokanku tidak enak. Seperti ada yang mengganjal jika dibuat menelan. Dan jika gejala itu timbul, maka sudah bisa dipastikan kalau dalam waktu singkat aku akan mengalami sakit tenggorokan.

Penyakit ini sudah menjadi langgananku selama bertahun-tahun. Banyak orang yang mengingatkan untuk tidak makan yang pedas-pedas dan minum es. Tapi jujur, agak susah bagiku untuk melakukannya (apalagi untuk melewatkan makanan pedas). Abis biar udah diati-ati, tetep aja sakit. Udah waktunya kali yaa.... Soo...kubiarkan diriku menikmati apa yang kusuka (tapi gak berlebihan kok. Sungguh!!!).

Nah.. untuk mengatasi masalah tenggorokan ini.. aku punya resep sederhana dengan konsep 3M. Murah, Mudah, Manjur. :)

Cukup dengan sesendok madu dengan ditambah sedikit garam. Ingat ya... SEDIKIT garam. Diminum 3x sehari. Dijamin, dalam kurun waktu tidak terlalu lama, radang tenggorokan (krna amandel) yang kuderita ini akan sembuh. Kuncinya sih 1, diminum teratur sambil berdoa mohon kesembuhan dari Sang Maha Penyembuh.

Ok guys... selamat mencoba

24 Sept 2007

Pilihan dalam Hidup

Perasaan bahagia atau menderita itu sebenarnya sebuah pilihan. Mereka datang dari diri kita dan bersifat subyektif. Tergantung penerimaan diri kita masing-masing. (Paras)

Sekali lagi saya mendapatkan kata-kata bijak dari sebuah majalah. Masih juga dari majalah wanita bernafaskan Islam, walaupun berbeda dari yang sebelumnya.

Saya pernah baca disebuah buku panduan untuk menulis agar jangan ragu menuliskan kalimat-kalimat yang bermakna seperti pepatah, nasihat, atau bahkan hanya sebuah kata yang menarik bagi kita. Kumpulan kata dan kalimat itu nantinya akan berguna ketika kita ingin membuat tulisan, karna bisa kita masukkan untuk memperkaya tulisan kita.

Selama beberapa waktu ini saya memang senang mengumpulkan kalimat-kalimat penyejuk atau pengingat. Awalnya bukan sebagai bahan referensi dalam menulis, tapi untuk disebarkan kepada teman-teman saya yang sedang membutuhkan dukungan, membutuhkan penyejuk hati. Dan sampai sekarang pun masih begitu. Hanya saja sekarang ini saya punya kebiasaan baru. Membaca kalimat-kalimat yang saya kumpulkan itu, kemudian berusaha untuk merenungkannya. Mencoba menelaah, apakah selama hidup dibumi Allah ini, saya sudah berlaku sebaik kata-kata bijak itu? Sudahkah saya mengamalkan kata-kata bijak yang saya sebarkan itu?? Bukankah kita tidak boleh seenaknya menasehati orang dengan hal-hal yang kita sendiri belum pernah melakukannya?! Lagipula, apa saya mau dicap sebagai orang yang hanya omdo’ alias omong doing?! Gak mau kan?!

Ups… udah ngelantur rupanya. Ok..kita kembali ke laptop, I mean.. tulisan diatas. Waktu pertama membaca kalimat itu, saya sempat berpikir, mana mungkin sedih dan bahagia itu pilihan? Klo ada masalah, ada musibah, ya sedih. Masa mau bahagia? Begitu pula sebaliknya. Ya kan?! Mereka kan datang sesuai masanya, sesuai kejadiannya.

Tapi kemudian banyak hal terjadi dalam hidup saya. Hal-hal yang tak terduga, tak terbayangkan sebelumnya. Beberapa dari kejadian itu membuat saya teringat akan kalimat diatas. Bahwa bahagia atau menderita merupakan pilihan.

Contohnya waktu nenek saya meninggal dunia. Saat itu saya sedih sekali. Seumur hidup saya lebih banyak menghabiskan waktu bersama beliau ketimbang orang tua saya, karena mereka bekerja. Selama itu kami menjadi tidak sekedar nenek dan cucu, tapi lebih kepada teman, sahabat. Saya bisa menceritakan semua hal kepadanya tanpa ragu, tanpa takut dimarahi. Kalau saya berbeda pendapat dengan bunda, yangtilah yang menjadi penengah. Beliau yang menjadi alasan saya mengalah pada bunda, bahkan jika saat itu sayalah yang benar. Pokoknya SHE’S THE BEST. Jadi bisa dibayangkan bagaimana sedihnya saya saat itu. Begitu sedihnya sampai-sampai air mata ini tidak sanggup menetes.

Saya baru bisa menangis malam pertama setelah beliau dimakamkan. Saya merasa sendiri. Karena memang selama ini saya tidur dengan yangti. Air mata saya tidak berhenti mengalir malam itu. Untungnya saya tipikal orang yang bisa menangis tanpa bersuara keras. Saat itulah, entah bagaimana, saya teringat kalimat ini. Saya pikirkan baik-baik maksudnya. Terlintas dalam benak saya, bukankah saya seharusnya senang karena pada akhirnya penderitaan yangti saya berakhir. Beliau tidak lagi merasakan sakit. Beliau tidak lagi harus ‘menyusahkan’ anak-cucunya akibat sakitnya. Berpuluh tahun bersamanya membuat saya tau bahwa yangti saya tercinta adalah orang yang mandiri. Yang tidak mau menyusahkan orang lain. Bahkan keluarganya sendiri.

Saya jadi teringat, setiap kali menyaksikan tayangan tv yang berisikan orang-orang yang menderita sakit berlama-lama, yangti selalu berkentar begini, “ Mugo-mugo aku ga koyo’ ngono yo nda. Ndak usah pake sakit lama-lama, mesa’ke sing urip. Iya kalo ada uangnya. Klo ndak ada nanti tambah susah.”

Perlahan, isak saya mereda. Air mata ini pun sedikit-sedikit berhenti mengalir. Saya tentu masih sedih dan merasa kehilangan. Tapi saya memutuskan untuk menyudahi sampai disitu. Bukankah yangti saya mendapatkan keinginannya?? Meninggal tanpa harus merasa sakit dan menyusahkan banyak orang. Dan memang begitu adanya. Sejak koma setelah jatuh dikamar mandi, yangti tidak pernah sadar. Beliau menghembuskan nafas dengan tenang ketika suster hendak memandikannya. Pergi dengan mendengarkan ayat-ayat Allah ditelinganya (saya yang memasangkan murotal melalui discman karena saya yakin orang yang koma masih bisa mendengar, hanya tak mampu merespon).

Lagipula, jika saya terus-terusan bersedih, kapan saya punya waktu untuk menyebarkan segala kebaikan, segala nasehat, segala nilai baik, segala kekuatan yang selama bertahun-tahun ini beliau ajarkan, tanamkan dan tunjukkan pada saya???

Dengan mata sembab dan airmata yang mulai mengering, saya bisa tersenyum. Tersenyum, mengingat bahwa dengan memutuskan untuk tidak membiarkan kesedihan menggerogoti saya, saya telah membuat yangti hidup kembali. Hidup dalam hati dan pikiran saya, melalui tindakan saya.

Kamar adek, 23 Sept 2007

Pandanganku

“Manusia tidak diganggu oleh peristiwa-peristiwa, melainkan oleh pandangannya sendiri tentang peristiwa-peristiwa itu” -Epictetus-



Kata-kata bijak itu aku baca disalah satu majalah wanita. Kalimatnya cukup sederhana, tapi memiliki makna yang tidak sederhana. Paling tidak untukku.

Bagaimana tidak. Satu kalimat itu langsung bisa membuatku duduk diam dan merenungi sekian waktu yang telah berlalu melewatiku. Sekian banyak peristiwa, entah itu suka, duka, menakutkan, mengecewakan, tau bahkan yang 'biasa-biasa' saja. Yang sekarang tersimpan rapi dalam album kenangan kehidupanku.

Emang sih, kadang-kadang album itu aku buka. Untuk mencari hikmah dibaliknya, untuk review, untuk mencari tau, apa ada perbedaan antara aku yang dulu dan sekarang. Yaaah... things like that lah.

Uhmm... berkaitan dengan kata-kata bijak itu, aku jadi me-review semua secara lebih detail. Lebih dalam. Mencari tau, apakah aku termasuk kedalam golongan manusia seperti yang dinyatakan sepenggal kalimat diatas.

And the answer is.....(fortunately) Not Always.

Yup, dengan jujur kuakui bahwa kadangkala (thanks GOD cm kadangkala) aku memang seperti itu. Memandang atau menilai sesuatu (or seseorang) berdasarkan pandanganku sendiri or should I say… tidak objektif. Semua hanya memakai ukuranku, semua memakai standardku. Dan kalau sudah begitu, maka ada masanya ketika peristiwa yang sebenarnya biasa-biasa saja menjadi Luarrr Biasa dan begitu pula sebaliknya.

Untuknya kejadian seperti itu sudah tidak terlalu sering terjadi. Yaahh paling tidak frekuensinya sudah mulai berkurang. Kapan tepatnya berubah, aku sendiri lupa. Tapi sepertinya, ketika aku mulai membuat resolusi untuk selalu berpikiran positif, maka pengukuran berdasarkan standardku sedikit-sedikit memudar. Bukankan tiap orang memiliki ukuran atau standardnya sendiri. Jadi segala sesuatunya tidak bisa hanya menggunakan satu standard, satu ukuran or satu cara pandang saja.

Semua harus diliat dari tiap sisi yang berbeda. Kanan-kiri, depan-belakang, atas-bawah. Semua harus diliat, nilai, dicoba dan dicari tau isinya. Dengan begitu, baru terasa pas, baru terasa adil dalam menilai, atau bahkan dalam menindak lanjutinya.

Tidak mudah memang, bahkan amat susah. Butuh waktu n kerja ekstra keras. Kadangkala malah menguaras energi dan emosi. But guys, its worth to try. Karena dengan begitu, tandanya kita tidak bersikap egois. Orang yang tidak egois kan akan lebih tenang dalam menjalani hidup. Dalam menyikapi semua peristiwa yang datang. Even kadangkala egois itu perlu dan boleh-boleh saja (benarkah???).

Anyway…. Sampai hari ini, aku masih tertatih-tatih belajar untuk memandang segala sesuatu dengan positif, dengan pikiran baik, dengan prasangka baik. Sampai detik ini aku masih belajar untuk memandang segala permasalahan, segala kejadian dengan adil, dengan objektif.

Dan aku yakin, proses belajar ini akan terus berlangsung sampai tiba masanya nanti aku mempertanggung jawabkan semua yang telah kulihat, kudengar, kusentuh, kupelajari, kukatakan dan kulakukan selama ini.

TUHAN…. Tolong Bantu aku.

Started July 24, ended Sept 22

21 Sept 2007

Doa Seorang Muslimah

Ya Rabbi,

Aku berdoa untuk seorang pria, yang akan menjadi bagian dari hidupku.
Seorang pria yang sungguh mencintaiMU lebih dari segala sesuatu.

Seorang pria yang akan meletakkanku pada posisi kedua di hatinya setelah Engkau.
Seorang pria yang hidup bukan untuk dirinya sendiri tetapi untukMU.

Seorang pria yang mempunyai sebuah hati yang sungguh mencintai dan haus akan Engkau
dan memiliki keinginan untuk menauladani sifat-sifat Agung-Mu.

Seorang pria yang mengetahui bagi siapa dan untuk apa ia hidup, sehingga hidupnya tidaklah sia-sia.
Seorang pria yang memiliki hati yang bijak bukan hanya sekedar otak yang cerdas.

Seorang pria yang tidak hanya mencintaiku tetapi juga menghormati aku.
Seorang pria yang tidak hanya memujaku tetapi dapat juga menasehati ketika aku berbuat salah.
Seorang pria yang mencintaiku bukan karena kecantikanku tetapi karena hatiku.

Seorang pria yang dapat menjadi sahabat terbaikku dalam tiap waktu dan situasi.
Seorang pria yang dapat membuatku merasa sebagai seorang wanita ketika berada disebelahnya.

Seorang pria yang membutuhkan dukunganku sebagai peneguhnya.
Seorang pria yang membutuhkan doaku untuk kehidupannya.
Seorang pria yang membutuhkan senyumanku untuk mengatasi kesedihannya.
Seorang pria yang membutuhkan diriku untuk membuat hidupnya menjadi sempurna.

***
Dan aku juga meminta:

Buatlah aku menjadi seorang perempuan yang dapat membuat pria itu bangga.
Berikan aku sebuah hati yang sungguh mencintaiMU,
sehingga aku dapat mencintainya dengan cintaMU,
bukan mencintainya dengan sekedar cintaku.

Berikanlah SifatMU yang lembut sehingga kecantikanku datang dariMU bukan dari luar diriku.
Berilah aku tanganMU sehingga aku selalu mampu berdoa untuknya.

Berikanlah aku penglihatanMU sehingga aku dapat
melihat banyak hal baik dalam dirinya dan bukan hal buruk saja.
Berikan aku mulutMU yang penuh dengan kata-kata kebijaksanaanMU dan pemberi semangat,
sehingga aku dapat mendukungnya setiap hari, dan aku dapat tersenyum padanya setiap pagi.

Dan bilamana akhirnya kami akan bertemu, aku berharap kami berdua dapat mengatakaan
"Betapa besarnya Engkau karena telah memberikan kepadaku seseorang
yang dapat membuat hidupku menjadi sempurna".

Aku mengetahui bahwa Engkau menginginkan kami bertemu pada waktu yang tepat
dan Engkau akan membuat segala sesuatunya indah pada waktu yang Kau tentukan.

From 1 of Milis