16 Mar 2008

1st Day @ Course

Kemarin (15/03) adalah hari pertama aku ikut kursus akuntansi di STAN. Agak deg-degan juga sih... secara aku ini bukan orang yang mudah bersosialisasi .

So, hal pertama yang kulakukan adalah daftar ulang alias menyelesaikan pembayaran kursus. Soalnya waktu itu cuma daftar aja, ga pake bayar apa-apa. Selesai bayar, aku duduk-duduk ditaman (well.. mungkin seharusnya itu taman, karena ada bangku-bangku dari semen yang mengelilingi sebuah pot bunga besar. Sayangnya tanaman yang ada tidak terlalu bagus dan terawat).

Selama duduk-duduk itu, aku belum berani negor siapa-siapa.. soalnya rata-rata disitu udah saling kenal (aku tau kemudian klo mereka rata-rata satu kantor n kursus atas perintah kantor), so aku menyibukkan diri dengan nelpon mas-ku n nelpon travel langganan kantor untuk batalin tiket salah satu temen kerjaku yang lagi tugas. Selesai nelpon, bingung mau ngapain lagi. Akhirnya ya kenalan dengan seorang ce' yang duduk disebelah kananku. Alhamdulillah orangnya ramah, jadi timbullah pd-ku. Oh iya, ce' itu memperkenalkan diri sebagai Ipung. Mbak Ipung ini kursus dengan 2 orang temannya atas perintah kantornya (Peruri).

Sekitar jam 9, satu per satu dari kami mulai memasuk ruangan kelas. Sepertinya sih dari 32 perserta (menurut daftar hadir) lebih dari separuh yang hadir. Dan seperti trade mark Indonesia, yaitu jam karet, begitu pula kursus ini. Dijadwalnya sih.. jam 9 pelajran dimulai. Tapi sayangnya, baru menjelang jam 10 tutornya hadir.

Tentang tutornya, beliau bernama pak Margono, berusia paruh baya. Alhamdulillah cara mengajarnya enak, cepat, tapi tidak terburu-buru. Tiap 1 jam selalu diselingi istirahat selama 10 menit, jadi ga bosan dan jenuh. Apalagi untukku yang sedang dalam kondisi kurang fit hari itu, yang 10 menit itu jadi sangat berharga sekali . Terima kasih Pak Margono.

Jam 12, kita ada break untuk maksi n sholat. Agak susah juga cari makannya, semua tempat penuh, apalagi cuaca yang tidak mendukung. Akhirnya aku, mb Ipung, mb Sari, P' Pri dan satu bapak lg plus 2 orang temannya (aku lupa namanya) makan disalah satu sudut parkiran. Kami yang perempuan memilih bakso (yang sayangnya menurutku tidak terlalu enak) sementara para pria memilih ketoprak. Kita makan ga pake lama, soalnya udah banyak yang ngantri tempat duduk. Ga enak kan diliatin melulu .

Jam 1, pelajaran dimulai lagi. Kali ini tutornya berbeda. Lebih muda (aku lupa namanya). Sayangnya untukku cara mengajarnya tidak se- ok pak Margono (mungkin faktor pengalaman). Untungnya semua yang diajarkan hari ini masih dasar dan aku udah pernah dapet waktu di SMIP dulu. Jadi ga teralalu buta sama pelajarannya.

Anyway.. terlepas dari beberapa kekurangan... kursus hari ini cukup menyenangkan. Semoga semakin hari semakin menyenangkan dan membawa cerita baru dalam pelangiku.

10 Mar 2008

What Will U Do??

What will you do if GOD sent one of HIS angel to see you and let you know that you only have one day left on earth?? Just one more day to life. Not more.. not less..

9 Mar 2008

UNTUK APAKAH UMURKU?

MTSN by Mario Teguh
Malam ini aku menjadi semakin sadar bahwa aku menua, tetapi tetap belum pasti hatiku bahwa aku telah membijak dalam penuaan ini.
Dalam nanar mata hatiku, aku mendengar hatiku sendiri bertanya
untuk apakah keberadaanku,
untuk apakah waktu yang tersedia bagiku,
... untuk apakah umurku?
Sebuah senyum terbentuk di wajahku, yang aku tak tahu untuk apa dan mengapa senyum itu tergurat di pipi-pipi dingin ku.

Kemudian kudengar suara yang dalam,
tetapi yang kedalamannya tidak menenggelamkan,
dan berat, tetapi yang beratnya tidak membebani,
yang bergetar lembut dengan kasih sayang,
yang berkata:
Engkau yang bertanya,
bacalah ini seperti engkau yang aslinya mengatakannya dari dalam hatimu

bahwa aku hidup untuk sesuatu
karena apabila tidak,
maka mengapakah aku selalu bertanya

Akan menjadi apakah aku nanti?

Karena bila aku tidak untuk menjadi apapun
mengapakah aku merasa tertinggal
bahkan saat aku menolak untuk ikut berpacu?

Kelihatannya aku tidak bisa melarikan diri
dari keharusan yang sama dengan semua orang
dan bahkan aku disamakan dengan mereka yang tidak ku kenal dan yang tidak ku pedulikan.

Aku juga disamakan dengan mereka yang ketinggiannya membuatku
bersembunyi dalam bayang-bayang alasanku,

dan aku juga disamakan dengan mereka yang kekayaannya memuakkan aku karena kekayaan itu bukan milikku.

Aku merasa semakin lama semakin harus menjadi petarung di arena yang
tidak ingin aku masuki.

Aku menolak bertanding, aku menolak berlomba.
Aku benar-benar menolak untuk mengambil bagian dalam apa pun,
tetapi mereka tetap menjadikanku pencundang dalam pertarungan yang
tidak aku tarungi.
Aku tidak mau ikut, tetapi mereka tetap memperlakukanku seperti aku tertinggal.

Apakah mereka memintaku untuk menerima hukum yang mereka tetapkan
bahwa aku harus terlibat,
bahwa aku harus bertarung, harus berlomba,
meskipun aku menolak untuk terlibat di dalam semua itu?

Apakah mereka tidak melihat bahwa aku tidak tertarik untuk memenangkan
salah satu atau apa pun dari yang mereka perebutkan?

Tetapi mereka tidak perduli.
Aku tetap disertakan dalam pertandingan mereka, dalam pertarungan
mereka, dan dalam perlombaan mereka.

Aku tidak tertarik untuk memenangkan uang yang mereka perebutkan,
tetapi mereka tetap menghukumku dengan kehidupan yang terbatasi karena aku tidak punya uang.

Aku tidak tertarik untuk memenangkan perlombaan ketinggian yang mereka upayakan pencapaiannya,
tetapi mereka tetap menghukumku karena aku lemah dan tidak berwenang.

Aku tidak tertarik untuk memenangkan kebenaran di atas kemungkaran
yang ribut mereka pertarungkan,
tetapi mereka tetap menghukumku karena aku tidak pernah tahu apakah
aku ini benar atau kapan aku salah.

Dalam perasaan menyerah seperti ini, reka-reka pikiran dan hatiku
seolah berceramah di telingaku yang menolak mendengar.

Tetapi pikiran dan hati ini tetap berbicara, bahwa

Aku tidak bisa lepas dari keharusan untuk menjadi pemain dalam permainan dunia,
aku tidak bisa lari dari keharusan untuk menjadi pelomba dalam
perlombaan dunia,
dan aku tidak bisa mengabaikan peranku sebagai petarung dalam
memenangkan yang benar.

Sekarang,

perlahan aku mulai mengerti, bahwa
Tidak terlibat dan tidak melibatkan diri dalam kehidupan ini adalah keputusan untuk dilibatkan dalam tingkat-tingkat yang rendah
dan yang dilemahkan.


Apakah ini yang selama ini menjadikanku terpinggirkan?

dan ... dalam upayaku untuk bertahan

aku bertanya, karena
Bertanya adalah pertahanan terakhir bagi orang yang tidak dapat melawan.

Tetapi pertanyaanku tidak terjawab,
karena itulah jawaban kehidupan bagi jiwa yang hanya bertanya.

Sehingga ...

aku tidak lagi dapat melawan aturan keterlibatan dalam kehidupan ini

dan aku juga jadi mengerti
bahwa kehidupan ini tidak akan juga mau mengerti bila aku menyerah.

Bagi kehidupan, penyerahanku adalah pengumuman untuk terlibat dalam kehidupan ini di dalam kelas-kelas yang lemah dan sulit.

Hidup ini …

Tidak terlibat pun, aku tetap diperlakukan seperti petarung.
Tidak melawan pun, aku tetap dikalahkan.
Bila akhirnya aku menyerah pun, aku tetap dilumatkan.

Sekarang ...

Aku kebingungan
untuk menemukan cara,
untuk mulai menemukan kekuatan untuk melawan.

Tetapi kemudian ternyata
Cara memenangkan kehidupan ini adalah dengan melibatkan diri dengan kekuatan penuh.

Karena telah terbukti

Bila aku tidak terlibat, aku dilibatkan.
Dan bila aku lemah, aku dilemahkan.

Mungkin bila aku sedikit lebih kuat, aku akan diperlakukan seperti
yang sedikit lebih kuat.

Dan … siapa tahu, kalau aku terlibat dengan kekuatan yang lebih, aku akan
dilibatkan dalam pertandingan bagi mereka yang kuat.

… aku jadi mengerti, ternyata
Kemenangan pertama dalam kehidupan ini adalah ketegasan untuk
memutuskan terlibat dalam kehidupan dengan sebaik-baiknya diriku.

Bila aku menguatkan diriku, aku terhitung sebagai petanding dalam
kelas yang kuat.
Bila aku memberanikan diriku, aku terhitung sebagai petarung dalam
pertarungan bagi mereka yang berani.
Bila aku memandaikan diriku, aku akan terhitung sebagai kontestan
dalam lomba bagi mereka yang pandai
Dan bila aku mendamaikan diriku, aku akan terhitung sebagai pribadi
yang telah jadi.

… dan dalam damai hati ku ini ...

perlahan aku menyaksikan bagaimana kehidupan berlaku lebih hormat kepadaku.

Sekarang aku mengerti.

Untuk apa umurku.

Untuk hidup dalam sekuat-kuatnya kehidupan.
Untuk hidup dalam sebesar-besarnya kehidupan.
Untuk hidup dalam setinggi-tingginya kehidupan.
Dan ...
Untuk mengutuhkan kehidupan menjadi kehidupan yang damai.

Sekarang …

lebih lengkap pengertianku tentang kekayaan.

Aku kaya bila aku kuat, sehingga kekuatanku berlebih dan menjadi
tenaga bagi mereka yang sedang lemah.

Aku kaya bila aku besar, sehingga kewenanganku memajukan kebaikan dan mencegah terjadinya keburukan kepada saudaraku.

Aku kaya bila aku tinggi, sehingga nilai-nilai yang diajarkan
kehidupan kepadaku dapat menyejukkan bagi saudaraku yang sedang gerah,
mendamaikan bagi saudaraku yang gelisah,
membukakan jalan bagi saudaraku yang merasa buntu,
dan menerangi bagi saudaraku yang perjalanannya sedang kelam dan pekat.

Dan aku menjadi sekaya-kayanya diriku – saat aku menjadi damai dalam
upayaku menjadi penguat, menjadi pelindung, dan menjadi pengangkat
bagi semua petarung dalam kehidupan ini – baik yang bertarung atau
yang tidak, dan terutama bagi aku sendiri.

Karena ...

Aku adalah petarung pertama yang kemenangannya penting bagi semua petarung yang kemenangannya penting bagiku.

Engkau semua adalah saudaraku.
Maka kemenanganmu adalah kemenanganku.

Sekarang aku tahu untuk apa umurku.

Umurku adalah untuk memenangkanmu.