11 Mar 2007

Mereka (juga) Manusia Biasa

Siapa sih yang gak punya panutan atau idola?? Rasanya sih gak ada ya. Tiap orang, saya yakin, pasti punya sosok yang dikagumi. Biasanya sih..sang idola itu memiliki kelebihan atau kemampuan khusus yang menarik minat atau menginspirasi mereka. Contohnya, dari kalangan artis, pengusaha, politisi atau siapapun yang dianggap membanggakan. Termasuk juga dari kalangan Dai, Kiai, atau Ustad.

Tak jarang sang penggemar (Fans) berusaha untuk dekat dengan para idolanya itu dengan menjadi anggota fans klub (jika ada) atau dengan berperilaku, berpikiran, atau bergaya sesuai idolanya. Mereka tak segan-segan merogoh kantong demi 'kecintaan' pada idolanya itu.

Dulu, jaman saya masih sekolah, ada 2 orang teman yang ngfans banget sama salah satu boyband luar -Back Street Boys-. Mereka ikut fans klubnya, beli semua pernak perniknya, mengkliping semua artikelnya, memajang postersnya, membeli kasetnya, bahkan menangis sedih ketika salah satu personilnya mendapat musibah. Suatu hal yang sangat mengherankan untukku. Karna saya tidak pernah mengalami histeria semacam itu ketika 'menyukai' sesuatu atau seseorang. Apa mungkin karena saya tidak sungguh-sungguh menyukai??

Saya sempat bertanya-tanya, Apa saya ini aneh?? I mean... saya tidak pernah sekalipun mengalami histeria itu. Atau mungkin, karena setiap menyukai atau kagum pada seseorang, saya lebih terfokus pada usahanya untuk mencapai apa yang mereka miliki sekarang. Ketekunannya, kerja kerasnya, things like that. Atau...karena saya selalu berpikiran bahwa mereka adalah manusia seperti saya dan jika mereka bisa, maka saya pun bisa. Atau mungkin, karna saya selalu merasa bahwa tidak seharusnya memperlakukan orang lain secara berlebihan. Bagaimanapun, sesuatu yang berlebihan kan sama tidak baiknya dengan sesuatu yang kurang. Lagipula, dengan memperlakukan mereka secara wajar, maka kemungkinan merasa kecewa jika suatu hari mereka yang kita idolakan tidak berbuat seperti yang kita harapkan.

Apa yang saya pikirkan itu terbukti melalui kasus poligami yang dilakukan Aa Gym. Weits... tunggu dulu, jangan berprasangka dulu. Tulisan ini bukan untuk menjudge Aa. Memangnya siapa saya sampai menjudge?? Ini hanya sekedar sharing atas fenomena tersebut. Kasus itu kan mengehbohkan sekali, sampai-sampai Bapak SBY berkomentar dan menghimbau para pejabat sehubungan dengan itu (yang oleh sebagian dianggap sebagai pelanggaran privasi).

Ceritanya begini, ketika kasus poligami Aa mencuat, banyak sekali yang berkomentar, termasuk juga teman-teman saya di kampus. Kebanyakan dari mereka (terutama yang perempuan), mengutuk keras bahkan menghujat plus mengumpat tindakan Aa. Seru banget deh. Padahal, setau saya mereka itu adalah para fans Aa. While me, uhmm...... saya memang sering juga datang kekajiannya, dan jika itu dianggap bentuk rasa suka, then let it be. But FYI, i'm not his fans.

So.. minggu lalu beberapa temen kampus terlibat pembicaraan heboh mengenai kasus ini. Aku yang baru datang setelah menikmati makan siang, hanya bisa tersenyum mendengarnya. Waktu mereka minta komentarku, aku bilang kalau apa yang dilakukan Aa adalah sesuatu yang sangat manusiawi (terlepas dari benar atau salah). Hanya saja, statusnya sebagai pemuka agama -yang disukai banyak orang- maka sekecil apapun yang dilakukannya akan menjadi sorotan. And you know what?? Komentarku itu dianggap bentuk ketidaksolideran terhadap Teh Ninih (istri Aa). Padahal bukan itu maksudku. Sebagai perempuan aku pasti ikut merasa sakit tapi aku berpikir kalau apapun yang mereka lakukan pasti sudah dipikir masak-masak. I mean, mereka berdua kan pemuka agama yang tau sekali sedala resiko dan konsekwensi tindakannya. Dan untuk Teh Ninih, sebagai daiyah, beliau pasti tau sekali resikonya ketika menerima dipoligami. Aku melihat itu sebagai bentuk ujian dari Allah. Itu adalah bentuk ujian atas apa yang telah mereka dakwahkan selama ini.

Sekali lagi kutegaskan bahwa tulisan ini bukan untuk menjudge, melainkan sebagai pengingat bagiku untuk tidak terlalu mendewakan orang lain. Bahkan ketika orang tersebut memiliki kelebihan (dalam bentuk apapun) dibandingkan kita. Karena bagaimanapun hebatnya, mereka hanyalah manusia biasa yang selalu memiliki kemungkinan untuk melakukan kesalahan, apapun bentuknya.

Bahkan junjungan kita, Nabi Muhammad SAW yang sungguh sangat berahlak mulia pun pernah melakukan kesalahan yang ditegur langsung oleh Allah SWT (diambil dari seri Nge-Friend sama Islam) dalam surat Abasa ayat 1-4.

Jika Nabi yang dijamin surga saja bisa salah, apalagi kita.


===Meruya, Desember 2006===

5 Mar 2007

AYAH

Kelam, Sunyi, Sepi
Mendekap bisu
Hati menyatu, berbisik
Air mata menetes – Kita Berpisah-


Ayah
Kau berangkat dengan berjuta asa
Merengkuh Dayung Menentang Ombak
Bergumul dengan gelombang kerinduan
Wajahmu tak pernah murung


Ayah
Kau berjuang, membanting tulang, mencari nafkah
Tekadmu satu.. demi keluargamu


Semangatmu tak pernah pudar
Bagai lilin tertiup angin namun tak padam
Kau ajar kami bersyukur, mengharap ridho Ilahi


Ayah
Cintamu tulus
Kau pahlawan tanpa nama
Pahlawan Keluarga


Ayah
Angin malam berhembus semilir
Mengiringi doa anakmu ini


Selamat berjuang AYAH---



(Sepenggal puisi untuk para AYAH--wish my Dad would do the same)