23 Oct 2008

Ketemuan sama Mbak Hilda part II: Feeling, haruskah mutlak dipercaya, atau sekedar warning??

Melanjutkan cerita tentang ketemuan Nda dengan si Mbak Hilda. Kali ini yang akan Nda ceritakan adalah sesi dinner berikut pembicaraannya.

Setelah berpuluh menit berkeliling di Matahari yang kemuadian menghasilkan 2 buah kemeja pria itu, kami pun memutuskan untuk makan. Tempat yang akhirnya dipilih (tentunya setelah mengingat, menimbang, dll) adalah Noddles yang letaknya di basement. Namanya ada Noddles, pastilah menu utamanya aneka macam mie (lha wong interiornya aja berupa dinding merangkap topls yag berisi mie, bihun, pasta dan sejenisnya) even tetap ada menu lain such as nasi.

Biasanya neehh stiap kali kesitu, menu nda selalu Tom Yam Seafood (dimenunya sih bukan itu namanya) plus Thai Tea. Berkali-kali kesitu, Nda baru sekali coba menu lain, yaitu Ramen with duck n egg (once again, dimenu namanya bukan itu ya) plus teh tarik. Kali ini Nda mau coba menu lain deh. Masih sepuar ramen, tapi kali ini tidak berkuah seperti Tom Yam. Ada sih kuahnya, cuma kental dan manis. Maaf ya, ga sempet di foto, cuma bayangin aja deh ramen didasarnya, trs di atasnya dikasih dadar dan diatas dadar tuh ada baso kepitingnya. Enak juga sih, cuma manisnya itu looooohhh... secara Nda ga suka manis (kan udah manies ).

Seperti yang sudah-sudah, makan menjadi kurang nikmat jika tidak disertai ngobrol. Dan seperti peremuan-perempuan lain dijagat raya ini, topik yang dibicarakan pasti lah bervariasi bahkan dengan mudahnya berganti dan kembali lagi ke topik awal. Dan semua mengalir begitu saja tanpa direncanakan.

Obrolan kami dimulai dari kejadian di matahari tadi, kemudian berlanjut ke seputar kantor, dibumbui dengan cerita kelahiran putra pertama mas Dendy (one of my bro di GN). Congrads ya mas... akhirnya .. setelah kosong beberapa waktu, keinginanmu menjadi ayah terlaksana juga. I'm Happy for u bro ^_^

Ramen itu sudah setengah jalan ketika tiba-tiba mbak Hilda (yang sudah lebih dulu menghabiskan makanannya) bertanya dengan sedikii tak acuh "Kamu percaya feeling dek?". Ramen itu pun mendarat kembali di piring. "Percaya", jawaban singkat itu yang kuberikan padanya. "Klo feeling orang tuamu, kamu percaya?". Sempet kaget juga sih mendengar pertanyaannya. Hmm... pasti ada yang serius nehh. Klo engga, ga mungkin banget dia nanya begitu. Coz sepanjang pengetahuanku, dia itu percaya dengan feelingnya. "Emang ada apa?". Dan mengalirlah ceritanya bahwa ibunya memiliki feeling kuat bahwa umur ayahnya tidak lama lagi.

Apa aku kaget?? Jelas!!
Terkejut?? So pasti!!

Dan membuatku merasa susah untuk menjawab. Tapi Nda tetap menjawab pertanyaannya, sesuai dengan apa yang Nda percaya dan rasakan. Kurang lebihnya beginilah jawaban Nda:
"Mbak, gw tipe orang yang percaya pada feeling. Terutama untuk orang-orang yang dekat di hati gw. Tidak harus keluarga, tapi mereka yang berarti buat gw. Tapi jangan jadikan jawaban gw ini harga mati untuk apa yang lo alami sekarang." (jeda sebentar untuk menenangkan diri). "Nah, perasaan lo sendiri gimana?"

Dan kurang lebih dia menjawab seperti ini:
"Tadinya gw ga terlalu memikirkan itu dek, tapi setelah nyokap berulang kali mengatakannya, gw jadi memperhatikan. Apalagi baru gw sadar bahwa bokap, akhir-akhir ini memang agak aneh. Dia seperti mau menyiapkan gw bila sewaktu-waktu dia ga ada. Contohnya ya memaksa gw untuk belajar setir mobil, ngasih tau rute-rute yang non 3 in one. Dan setiap kali melakukan hal-hal seperti itu, dia selalu bilang 'jadi nanti klo papi ga ada, kalian ga bingung'.

Hati Nda mencelos dengernya. Nda tau banget betapa si mbak satu ini begitu dekat dengan papinya. Selama papinya sakit, dialah yang lebih banyak mengurus (bersama maminya, tentu).

Dan dengan bodoh (saat itu Nda merasa bodoh dan useless), Nda cuma bisa bilang "Mbak, selama ini gw itu selalu berharap yang terbaik namun bersiap yang terburuk. Karna apapun juga, semua tergantung pada kuasa dan kehendak Tuhan."

Apa kalian tau jawabnya: "Gw yakin Tuhan akan memberikan yang terbaik buat gw dan keluarga. Tapi kalaupun yang terburuk yang terjadi, gw rasa gw siap dek. Tanpa ada penyesalan. Karna gw sudah mengupayakan yang terbaik buat papi gw. Cuma gw ga kebayang aja, dengan cara apa Tuhan memanggil papi gw nanti. Apa dalam tidurnya, apa ketika check up, atau mungkin sakit lagi. Ga kebayang deh gw dek."

I'm so speechless. Kalimat yang terpikirkan (dan akhirnya kukatakan) adalah "Kita sama-sama berdoa untuk yang terbaik ya."

Sepanjang perjalanan pulang, Nda memohonkan yang terbaik untuk mbak Hilda dan keluarganya. Waktu 2 tahun lebih, membuat Nda cukup mengenal dia dan segala ketegarannya menghadapi hidup.

Sepanjang perjalanan pulang itu juga, Nda berpikir. Apa sebenarnya feeling itu?? Apa gunanya ia?? Apa yang Allah inginkan dengan itu pada diri kita (saya terutama) yang lemah dan minim pengetahuan ini.

Adakah yang bisa membantu Nda menjawabnya???

No comments:

Post a Comment

Mari mari.. silahkan tinggalkan jejak pelangimu ^_^