Selama bulan puasa ini selain jalanan yang mulai padat menjelang pukul 4, bertambahnya pedagang es kelapa dan makanan kecil untuk berbuka di hampir setiap trotoar, hal lain yang juga ikut menjamur dan menjadi pemandangan umum adalah peminta-minta dan pemulung. Entah bagaimana, tiba-tiba saja mereka bertambah banyak. Mulai dari yang seorang diri, sampai yang membawa anak-anaknya.
pic from here |
Stasiun kereta dekat rumah saya pun sama. Tiba-tiba saja pengemis yang biasa 'bekerja' di seputar peron bertambah. Yang terbaru adalah seorang wanita dengan 3 orang anaknya. Yang terkecil bahkan masih batita. Setiap pagi, dia berkeliling menghampiri orang-orang di peron sambil berkata 'Assalamualaikum bu. Assalamualaikum Pak', tergantung siapa yang dihampirinya. Hanya kalimat itu saja yang diucapkannya. Tidak ada yang lain. Kalau sedang tidak berkeliling, maka dia akan duduk di sembarang tempat di peron bersama 3 anaknya itu.
Sering saya perhatikan bahwa tidak banyak orang yang memberi. Saya pribadi belum pernah memberi sesuatu padanya. That's fine. Anggap saja saya pelit. Tapi saya merasa seharusnya dia bisa bekerja dan bukan mengemis sambil membawa 3 anaknya itu.
Dilain waktu, dalam metromini yang membawa saya ke kantor, serombongan pemuda bertato dan bertindik naik ke dalam metro sambil berteriak bersahut-sahutan, mengintimidasi semi mengancam. Intinya ya meminta uang. Tak jarang mereka mempertontonkan atraksi mengiris lidah dengan silet. Dan bulan ini, sering pula mereka membawa-bawa Ramadhan. Mulai dari pahala bersedekah di bulan suci, sampai pahala menyantuni anak yatim.
Apa cuma 2 kasus itu aja? Oh tidak. Masih ada lagi. Dan buat saya, yang ini lebih miris. Anak-anak yang mengemis. Yup. Saya selalu miris tiap kali melihat anak-anak usia sekolah yang harus meminta-minta di jalan. Tapi kadang, miris itu berubah menjadi jengkel melihat kelakuan mereka. Gimana engga. Mereka sering maksa. Mulai dari narik-narik baju, sampai ngikutin kita kemana kita melangkah (ini pernah kejadian pas saya nunggu kereta di peron stasiun). Terus... kalimat yang umum mereka ucapin kan 'Bu, kasian bu, laper bu, belum makan.' Sering nih, mereka menghampiri pas saya lagi makan. Nah, karna mereka bilangnya laper, logikanya mau dunk, klo disuruh ambil makanan yang mereka suka. Lha ini mereka nolak. Tetep keukeuh minta duit. Alasannya untuk beli makanan buat yang dirumah juga. Udah disuruh ambil makanan sesuai orang yang ada dirumahnya, tetep ga mau. Sekali duit tetep duit (mungkin itu motonya). Hasil akhirnya, yah mereka akan pergi dengan tangan hampa karna saya ga akan ngasih duit. Terserah deh, mereka mau pergi dengan tenang, maupun pergi sambil ngedumel ga jelas.
Anggap aja saya pelit dan tega. Saya ga keberatan kok. Karna untuk kasus macam diatas, kemungkinan besarnya adalah saya ga akan ngasih uang. Untuk ibu-ibu yang masih muda, kuat dan sehat, kenapa ga jadi pembantu aja sih?? Daripada zalim sama diri sendiri. Udah dikasih sehat, eh disia-siakan. Padahal nih ya, temen-temen saya di kantor yang rata-rata sudah berumah tangga dibuat pusing tujuh keliling akibat susahnya cari pembantu. See.. berarti sebenernya tetap ada lapangan pekerjaan buat yang benar-benar mau bekerja.
Untuk mereka yang muda, kuat dan gagah tapi suka meminta sambil memaksa. Maaf, tak ada jatah untuk kalian. Yang fisiknya renta saja masih ada yang mau bekerja, masa kalian mau enak-enakan. Bahkan yang cacat fisik saja masih banyak yang bisa berkarya tanpa meminta dan mengancam orang lain.
Adik-adikku yang seharusnya menjadi generasi penerus. Mau jadi apa kalian jika sedari kecil kalian mengandalkan diri dengan meminta?!?! Yeah.. mungkin keadaan yang membuat kalian seperti itu. Tapi keadaan bisa berubah jika kita memang mau mengubahnya. Lagipula, benarkah uang itu untuk membeli makan dan bukan lem aibon?
Jadi.. silahkan anggap saya pelit dan tega. Tapi saya sudah tidak ingin menyalahkan kemalasan kalian. Sekarang, setelah melihat beberapa tayangan di TV (saya lupa acara apa) yang menyebutkan bahwa pendapatan kalian dalam sebulan bisa mencapai angka 1,8 juta rupiah, saya lebih memilih untuk menyalahkan diri sendiri. Hey!! kalau saya tidak membiasakan diri memberi kalian hanya karna iba atau takut, mungkin kalian akan terpacu untuk berusaha dan bekerja. Berarti saya kan ikut bersalah dan ikut andil dalam memalaskan kalian. Logika aja, kalau dengan duduk di trotoar sambil memasang wajah melas, atau menggendong bayi di terik matahari sambil berkeliling meminta, atau bahkan mengeluarkan urat leher untuk mengintimidasi bisa menghasilkan 1,8 juta, untuk apa lagi susah payah bekerja???
Ya kan?!