Ingatkah kalian pada tulisan saya sebelumnya mengenai pilihan untuk bahagia dan menderita?? Guess what?! Hari ini saya dihadapkan pada pilihan itu. Pilihan untuk bersedih akibat suatu kejadian yang terjadi pagi ini, begitu aku menapakkan kaki ke kubikel-ku. Atau memilih untuk mencari hikmah dibalik kejadian itu, dan berusaha bahagia karenanya.
Pagi ini, saya mendapat sms yang membuat hati sedih. Hari ini, saya harus kehilangan salah satu episode cinta. Bukan cinta sahabat, bukan cinta keluarga, atau cinta sesama manusia. Tapi cinta pribadi.
Sedih?? Tentu saja!! Sangat malah. Maka jangan tanya sesedih apa saya hari ini. Yang jelas, ketika chat dengan sahabat saya via YM, saya masih menangis. Untungnya saya baru bekerja di perusahaan ini dan mendapat kubikel yang agak jauh dari gerombolan wanita. Jadi kalaupun ada yang heran, mereka tidak sampai bertanya macam-macam. Coba bayangan kalau saya masih di GN. Pasti abang-abangku, mbak-mbakku, akan sibuk bertanya, sibuk menenangkan (Padahal, saya lebih suka dibiarkan sendirian dalam keadaan seperti ini).
Sampai saat ini, saya masih mencari celah mana yang bisa membuat saya bahagia dengan keputusan ini. Tidak ada. Ya, tidak ada. But wait...benarkah tidak ada?? Atau saya yang telalu egois untuk mengabaikannya????
Bukankah dengan keputusan ini, dia yang tersayang bisa mendapatkan kembali kebebasannya?? Mendapatkan lagi yang memang haknya??
Bukankah dengan keputusan ini, dia yang terkasih bisa menghembuskan nafas lega karena tidak lagi harus berkonfrontasi dengan keluarga besarnya?? Dia juga terbebas dari segala tekanan yang selama ini membuatnya merasa lemah dan tak berdaya.
Dan bukankah dengan keputusan ini, dia, yang telah mengajarkan saya bahasa cinta, mengajarkan saya bahasa rindu, yang menempa saya untuk mengenal dan menikmati sabar, akan berkesempatan untuk merajut masa depan dengan orang yang jauh lebih baik dari pada saya.
See...lihat kan??? Tetap ada sedikit celah untuk tersenyum walau dalam keadaan terpuruk sekalipun. Tersenyum manis ketika membayangkan kebahagiaan yang mungkin bisa terjadi pada dia.
Atas nama cinta, biarlah semua duka ini saya jadikan penopang untuk bisa melihatnya bahagia. Biarlah hal ini, menjadi salah satu episode hidup dalam proses pendewasaan saya.
Dan bukankah saya masih memiliki cinta abadi saya?? Cinta pada DIA, yang telah menghadirkan cinta pada hati saya. Cinta pada DIA yang selalu mencintai saya tanpa syarat, tanpa batas. Cinta pada dia yang telah membuat saya menjadi pribadi yang kuat melalui semua cobaan tanda cintaNYA pada saya.
Saya berdoa, dengan segenap cinta yang saya punya, agar DIA, bisa membuat yang saya cinta bahagia. Agar DIA mau menjadikan saya pembawa perubahan, yang baik tentunya, kepada mereka dia yang saya cinta. Agar dengan menjadi pemungkin bagi kebahagiaan orang lain, maka DIA-TUHANKU, akan memungkinkanku meraih bahagiaku.
Seperti yang dituliskan Pak MARIO dalam syairnya berikut*:
bahwa sebetulnya telah Aku wakilkan
di dalam kemampuannya – sedikit kewenangan-Ku
untuk menyebabkan perubahan.
sehingga apa pun yang Aku wakilkan kepadanya,
tidak akan menjadikannya berbeda
dari diri sederhana yang menangis hatinya,
saat dia datang kepada Ku
dengan keluhan dan tuntutannya dulu;
karena dari semua yang disayanginya –
dia paling menyayangi Ku.
adalah juga bagian dari hati-Ku,
karena
Aku adalah Yang Maha Penyayang.
sebagai tujuan hidup mu.
datang mendekatlah manja kepada-Ku.
*penggalan puisi HATI YANG PENYAYANG