Baru saja aku ngobrol di telepon dengan salah satu teman sekampusku. Di berusia beberapa tahun diatasku, bahkan sudah menikah dan memiliki buah hati. Awalnya pembicaraan kami hanya seputar tugas kampus, modul dan UAS yang akan menjelang. Perlahan tapi pasti, obrolan kami berkembang bebas. Mulailah kami bicara soal kerjaan (aku tanya apa ada lowongan dikantornya), bicara soal perkembangan radang diwajahku (yang alhamdulillah sudah much.....much.....better), pokoknya berbagai macam topik. Sampai akhirnya dia mengatakan bahwa beberapa waktu lalu ia bermaksud menelponku untuk sharing (tapi sayangnya no hp-ku ga ketemu). And do u know what......mbak-ku itu ternyata mau curhat soal jilbab. Dia itu kepengen banget lepas jilbab. Dia cerita klo keinginan itu teramat sangat menyiksa. Dia sudah sholat malam, sudah istiqharah, tapi keinginannya tak kunjung surut.. Selain mencoba konsultasi dengan Allah, dia juga coba minta pendapat orang-orang terdekatnya. Most of them .....tentu saja menolak keinginan-nya itu (dengan berbagai macam alasan tentunya). Itu membuat hati dan pikiran mbak-ku semakin kacau.
Saat dia menceritakan hal itu siang tadi, aku cukup terkejut. Namun aku jadi teringat beberapa tahun lalu, tepatnya dipertengahan tahun 2003. Saat itu aku pun memiliki keinginan yang sama. Tiba-tiba saja aku ingin melepas jilbab ini. Mungkin karna dasar pemahamanku yang lemah. Pemahamanku tentang agama masih cetek sekali even keputusanku untuk berjilbab (ya...jilbab gaul bukan jilbab lebar ) adalah murni keputusanku, tanpa paksaan orang lain. Saat itu, aku minta pertimbangan dari temanku yang sudah lebih dulu berjilbab. Kurang lebih inilah pendapatnya kala itu yang dinyatakan melalui sms-------Nda, apapun keputusan loe, gw akan tetap jadi teman loe. Nilai persahabatan itu kan ga diukur dari selembar jilbab tapi sebelum lo bener2 lepas, coba deh, duduk tenang n review kembali, dulu itu, lo pake jilbab itu karna apa? Karna siapa? Nah lo lepas juga karna apa or karna siapa?. Nah aku turutin deh kata2 dia. Aku merenung, mencoba menyelidiki diriku sendiri. Alhamdulillah aku dapat jawabannya. Ini pertama kalinya aku bekerja digedung perkantoran, yang sebagian besar penghuninya tidak berjilbab. Ada rasa terasing atau bahkan iri melihat mereka berpakaian modis.
Nah berbekal pengalaman pribadi itu, aku coba tanya ke mbak-ku itu. Apa dia ingin lepas jilbab karna rindu berpakaian modis? (even dah punya seorang putri badannya masih ok lho). Dan ternyata jawabannya ya! Aku cuma bisa kasih saran bahwa berkerudung pun bisa tampil modis, selama masih mengikuti aturan mainnya. Bukankah banyak majalah muslimah yang memberikan tips n trik untuk tampil modis??
Mbak-ku itu pun bertanya, apakah aku pernah berkeinginan melepas jilbab? Kuceritakan kisahku dimasa lalu, termasuk juga sms temanku. Selain itu, aku pun menceritakan salah satu langkah (selain merenung) yang kuambil ketika berkeinginan untuk lepas jilbab (Aku tidak berani menyarankan ini padanya, hanya bercerita krn langkah ini cukup ekstrim). Selain merenung, saat itu aku benar-benarlepas jilbab (Ya Allah, ampuni aku karna ini). Well.....salah satu kesukaanku sebelum berjilbab adalah krimbat di salon langgananku, didekat rumah. Nah kali itu aku krimbat disalah satu salon disalah satu mall di Jakarta Selatan. Jadi, aku pergi ke mall itu masih memakai jilbab, pun ketika aku memutuskan untuk krimbat. Setelah krimbat, aku tidak memakai jilbabku. And did u know what happen?? Selama berkeliling mall itu, aku merasa bahwa setiap orang memandangiku (keknya ga mungkin kan?? Aku kan ga kenal mereka) sehingga aku merasa risih. Kupaksakan juga untuk tetap berkeliling, keluar-masuk counter. Perasaanku semakin tidak nyaman, aku merasa bahwa setiap orang memandang dengan tatapan aneh selain itu, aku pun merasa ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang terenggut. Dan perasaan-perasaan itu sungguh tidak enak.Tak tahan dengan perasaan itu, aku bergegas ke toilet dan memakai jilbab-ku kembali. Yang kurasakan adalah perasaan nyaman, perasaan terlindungi. Aku merasa bahwa setiap orang tersenyum kepadaku dan tidak menatapku dengan pandangan aneh lagi.
Itu pengalaman tak terlupakan yang pernah kualami. Alhamdulillah sampai hari ini aku tidak pernah berpikir untuk melepasnya lagi (dan semoga tidak akan pernah) walaupun apa yang kulakukan sekarang masih jauh dari sempurna. Namun, ber-jilbab membuatku lebih bisa me-rem tindakan yang kurang baik. So aku katakan pada mbak-ku untuk benar-benar memikirkannya kembali. Atau coba untuk tidak memikirkan keinginan itu, tapi bukan berarti untuk melarikan diri. Karna kadang, ketika kita sibuk berperangdengan keinginan kita, yang kita dapat hanya keruwetan.
Bagaimana dengan mbak-ku?? Alhamdullah sampai terakhir aku bertemu dengannya (kemarin tepatnya) dia masih tetap berjilbab. Keep up the SPIRIT ya mbak......!!!!!
============kertanegara No.4, started on Jan 13, ended on Jan 16, 2006============
24 May 2006
22 May 2006
My Beloved Grandma
Hari ini, yangti-ku tersayang berumur 74 tahun. Biasanya kami merayakan ber-4 dirumah. Yangti, Bunda, Aku & Adikku. Bukan perayaan mewah, hanya sekedar makan bersama. Menunya tergantung keinginan Yangti tapi biasanya khusus untuk hari itu, kita beli diluar.
Hari ini tidak akan ada perayaan, tidak ada makan bersama karna Yangti berpulang kepada Pemiliknya, minggu lalu setelah 4 hari koma dan dirawat di Fatmawati.
Apakah aku sedih?? Tentu saja, selama 24 tahun hidupku, beliau selalu ada, bahkan melebihi keberadaan ibuku yang bekerja diluar rumah. Setiap kali aku pulang bepergian, darimana pun, dia yang pertama kali aku cari. Setiap hal yang terjadi padaku, sebelum orang lain tau, dia lebih dulu tau. She's my everything.
Yangti adalah tipikal wanita perkasa yang mandiri dan tidak suka menyusahkan orang lain yang tidak pernah berkata kasar atau bersuara keras.
Siapa yang menanam dia-lah yang menuai. Pepatah itu kubuktikan pada saat Yangtiku meninggal. Semuanya begitu mudah. Jenazah-nya boleh dibawa pulang tanpa proses berbelit padahal pada waktu itu biaya perawatannya belum terbayar. Dari mulai jenazah datang sampai pemakamannya banyak sekali yang datang dan mendoakan. Bahkan tanah untuk makamnya pun bisa didapat dengan mudah.
Saat memandikan jenazah adalah saat yang mendebarkan. Bukankah banyak sekali cerita-cerita tak menyenangkan saat pemandian. Alhamdulillah, ketakutan itu sirna karna proses memandikan kenazah yangtiku berlangsung lancar. Bahkan sahabatku ikut memandikan.
Sebelum kafan-nya ditutup (krn menunggu om-ku dari surabaya), Yangti-ku tampak seperti orang yang tertidur nyenyak. Ketika akhirnya dimakamkan, yang mengantarkannya cukup banyak. Cuaca pun mendung sehingga tidak membuat yang mengantar kepanasan.
Begitu sampai dirumah setelah pemakaman, tetangga-tetanggaku sudah menyiapkan makan siang untuk semua orang. Tikar dan karpet pun sudah bersih dari sisa-sisa daun pandan.
Yang lebih membuat-ku terharu dan shok adalah ketika malamnya tahlilan, yang datang tidak hanya tetanga sekitar rumahku, banyak sekali wajah-wajah yang tidak kukenal. Ternyata mereka adalah pengamen yang biasa menyanyi dikomplek rumahku.
Aku tak kuasa menahan haru, memuji kebesaran Allah atas semua kemudahan yang telah Ia berikan pada keluargaku.
Tak lupa rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Para tetanggaku di Komp. PPI II, sahabat-sahabatku Rika, Phe2t, Diana, Para Perawat dan tim dokter di Irna High Care RS. Fatmawati, Atasan dan rekan-rekan kerjaku di PT. Gardatama Nusantara, Yayasan Bunga Kamboja, dan semua pihak yang tak mungkin kusebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan perhatian yang telah diberikan kepada keluargaku. Amiin.
Hari ini tidak akan ada perayaan, tidak ada makan bersama karna Yangti berpulang kepada Pemiliknya, minggu lalu setelah 4 hari koma dan dirawat di Fatmawati.
Apakah aku sedih?? Tentu saja, selama 24 tahun hidupku, beliau selalu ada, bahkan melebihi keberadaan ibuku yang bekerja diluar rumah. Setiap kali aku pulang bepergian, darimana pun, dia yang pertama kali aku cari. Setiap hal yang terjadi padaku, sebelum orang lain tau, dia lebih dulu tau. She's my everything.
Yangti adalah tipikal wanita perkasa yang mandiri dan tidak suka menyusahkan orang lain yang tidak pernah berkata kasar atau bersuara keras.
Siapa yang menanam dia-lah yang menuai. Pepatah itu kubuktikan pada saat Yangtiku meninggal. Semuanya begitu mudah. Jenazah-nya boleh dibawa pulang tanpa proses berbelit padahal pada waktu itu biaya perawatannya belum terbayar. Dari mulai jenazah datang sampai pemakamannya banyak sekali yang datang dan mendoakan. Bahkan tanah untuk makamnya pun bisa didapat dengan mudah.
Saat memandikan jenazah adalah saat yang mendebarkan. Bukankah banyak sekali cerita-cerita tak menyenangkan saat pemandian. Alhamdulillah, ketakutan itu sirna karna proses memandikan kenazah yangtiku berlangsung lancar. Bahkan sahabatku ikut memandikan.
Sebelum kafan-nya ditutup (krn menunggu om-ku dari surabaya), Yangti-ku tampak seperti orang yang tertidur nyenyak. Ketika akhirnya dimakamkan, yang mengantarkannya cukup banyak. Cuaca pun mendung sehingga tidak membuat yang mengantar kepanasan.
Begitu sampai dirumah setelah pemakaman, tetangga-tetanggaku sudah menyiapkan makan siang untuk semua orang. Tikar dan karpet pun sudah bersih dari sisa-sisa daun pandan.
Yang lebih membuat-ku terharu dan shok adalah ketika malamnya tahlilan, yang datang tidak hanya tetanga sekitar rumahku, banyak sekali wajah-wajah yang tidak kukenal. Ternyata mereka adalah pengamen yang biasa menyanyi dikomplek rumahku.
Aku tak kuasa menahan haru, memuji kebesaran Allah atas semua kemudahan yang telah Ia berikan pada keluargaku.
Tak lupa rasa terima kasih yang mendalam kepada semua pihak yang telah banyak membantu. Para tetanggaku di Komp. PPI II, sahabat-sahabatku Rika, Phe2t, Diana, Para Perawat dan tim dokter di Irna High Care RS. Fatmawati, Atasan dan rekan-rekan kerjaku di PT. Gardatama Nusantara, Yayasan Bunga Kamboja, dan semua pihak yang tak mungkin kusebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan perhatian yang telah diberikan kepada keluargaku. Amiin.
Subscribe to:
Posts (Atom)